Friday, August 26, 2016

GLORY

Britney Spears membuktikan jika ia mampu mengatasi aral dan rintangan untuk menjaga reputasinya sebagai sang Putri Pop. Hampir dua dekade semenjak album debutnya, “…Baby One More Time”, eksistensinya tetap solid. Ini bukan tanpa kerja keras dari Britney. Apalagi prediksi akan hancurnya karir di pertengahan 2000-an lalu tidak terbukti, karena ia mampu belajar dari kesalahan dan bangkit secara gemilang.
“Blackout” (2007) yang bisa dianggap sebagai titik balik karirnya, disusul dengan dua album yang tak kalah gemilang, “Circus” (2008) dan “Femme Fatale” (2011). Sayangnya “Britney Jean” (2013) mungkin tidak sesukses album-album tadi. Namun bukan berarti karir Britney kembali mandeg. Toh, ia menuai sukses besar berkat residensi Las Vegas yang diluncurkan beberapa bulan setelah perilisan “Britney Jean”. Meski begitu Britney tampaknya tetap ingin mempertahankan prestasi Top 40 miliknya, sehingga akhirnya menyusun langkah agar album kesembilannya, “Glory“, bisa mengembalikan dirinya ke jajaran terdepan tangga lagu atau album.
“Glory” memang sudah cukup lama dinanti-nantikan. Sambutan akan ‘Pretty Girls’, single kolaborasinya bersama Iggy Azalea yang dirilis tahun lalu kurang menggembirakan, sehingga tidak heran jika album ini kembali tertunda perilisannya. Saat kemudian “Glory” benar-benar hadir, tidak heran jika track tersebut absen hadir menghiasi album.
Sebagai pembuka jalan Britney menghadirkan ‘Make Me…’, sebuah track banger bertempo sedang yang tampaknya terpengaruh trend kekinian: electronic-pop dan trap. Dengan penanganan yang tidak tepat lagu pasti terdengar miss-match, namun Britney tampaknya mengerti benar akan formula yang hendak dikerjakannya, sehingga ‘Make Me…’ sukses memadukan antara Britney yang tradisional bersama sentuhan musik kontemporer dan menghadirkan sebuah lagu pop adiktif.
Patut dipuji dari “Glory” adalah kendali Britney yang besar untuk materinya. Meski tidak bertugas sebagai produser, namun ia turut turun tangan menulis untuk sebagian besar materi dalam “Glory”. Bagaimanapun yang paling mengenal seorang Britney Spears secara musikalitas memang adalah Britney Spears seorang saja.
Absennya Max Martin, sosok yang membesarkan namanya dan senantiasa hadir dalam setiap album terdahulu bukan halangan bagi “Glory” untuk mengaksentuasi musikalitas Britney. Mendengarkan ‘Man On The Moon’ seolah-olah terbawa balik oleh pusaran waktu dan kembali ke era awal 2000-an dimana Britney tampil cerah-ceria-ringan dengan balutan pop tebal. Meghan Trainor mungkin boleh mencoba untuk mengusung kembali musik era ini dalam lagunya, tapi otentik adalah sesuatu yang Britney miliki dan ia tidak.
Mendengarkan ‘Do You Wanna Come Over?’, ‘Just Like Me’ atau ‘Love Me Down’ atau ‘Hard to Forget Ya’, memang mengesankan lawas, tapi tidak terdengar kuno, karena Britney sukses memolesnya dengan sisi segar sehingga tetap terdengar moderen. Pilihan untuk tetap percaya pada notasi atau melodi “kuno” ini seolah menegaskan jika Britney tidak ingin melepas akarnya dengan begitu saja.
Secara umum pendekatan yang setipe dapat ditemui dalam sebagian besar tracknya, yang sudah dimulai semenjak track pembuka ‘Invitation’, di mana Britney memamerkan kekuatannya dalam subtilitas, baik secara vokal atapun pemilihan melodi. Catatan penting dalam “Glory” adalah keinginan Britney untuk mengeksplorasi vokalnya. Entah di track-track bercorak retro seperti doo-woop dalam ‘Private Show’, soul dalam ‘What You Need’ hingga swing dalam ‘Clumsy’. Meski retro, namun track-track ini dikemas dengan pendekatan baru, contohlah ‘Clumsy’ yang sebenarnya adalah sebuah EDM club-ready. Yang patut menjadi highlight di mana Britney dengan berani memindah-mindahkan vokalnya secara ekstrim.
Sayang Britney hanya meminta Cashmere Cat membantunya di satu lagu saja, ‘Just Luv Me’, karena track balada mid-tempo electro-RnB berbau tropikal ini begitu menjulang dalam menghadirkan sisi Britney yang lebih kontemporer. Bukan berarti pemilihan sound retro Britney adalah salah, namun jika ia ingin bergerak maju, maka track ini bisa menjadi contoh baik untuk itu.
Untungnya track-track yang menjadi bonus untuk edisi deluxe bisa mengakomodir keinginan ini. ‘Better’ mungkin terpengaruh trend moombahton-tropikal (mudah dibayangkan Justin Bieber menyanyikan track ini), namun membuka jalan untuk sisi baru Britney.
Electro-pop ‘Change Your Mind (No Seas Cortés)’ membawa sensualitas dengan maksimal dengan beat catchy, sedang ‘Liar’ adalah electro-rock meriah. Siapkan diri kemudian untuk menari bersama Britney di lantai dansa dengan ‘If I’m Dancing’, dimana Chantal Kreviazuk membantunya menulis lagu. Notasi yang bergerak lincah menjadi kekuatan lagu, sementara latar yang EDM-esque terdengar lebih organis ketimbang yang beredar akhir-akhir ini.
Sebagai penutup Britney menghadirkan sebuah track istimewa, ‘Coupure Électrique’. Dinyanyikan secara utuh dalam bahasa Prancis, lagu dengan gemilang menghadirkan sosok Britney yang sama sekali berbeda. Sama sekali tidak terdengar seperti lagu seorang Britney Spears dalam artian yang positif. Secara tema, lagu masih menjual seksualitas, sebagaimana umumnya lagu dalam “Glory” (atau album-album Britney lain, TBH). Hanya saja dengan cara bernyanyi ala whispering dan synth-pop eklektik yang menjadi latar, membuat lagunya terdengar…mahal.
“Glory” mungkin belum bisa melampaui “Blackout” yang menegaskan tonggak baru dalam karir Britney Spears. Meski begitu, jelas lebih baik dibandingkan “Britney Jean”. Residensi suksesnya tampak jelas memberi pengaruh pada materi yang ditawarkan album, karena sebagian besar dari lagu-lagu dalam “Glory” rasa-rasanya bisa menjadi latar Britney tampil di atas panggung Las Vegas.
Namun dengan barisan materi kuat, di mana sebagian besar adalah lagu-lagu yang cukup memorable, “Glory” merupakan ajang kembali yang berkesan. It’s a fun and light album. Dengan “Glory”, Britney Spears menegaskan posisi dirinya di skena pop. Personalitas dan karakter begitu tercetak kuat dalam lagu-lagunya dan ini adalah kunci sukses seorang Britney Spears yang sulit dimiliki oleh penampil pop masa kini atau rekan-rekan segenerasinya yang satu demi satu berguguran dalam menjaga karir.
It’s Britney, bitch and she’s gloriously here to stay. Forever.

About the Author

Unknown

Editor

A graphic designer and a Britney Army since 1998. Running the biggest Britney Spears fanbase in Indonesia, @BritneySpearsID, since 2009.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2015 - Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile